0811-7777-088 | Kuasa Wajib Pajak | Konsultan Pajak Batam



ADA APA DIBALIK KETENTUAN KUASA WAJIB PAJAK ?
Tulisan ini sekali lagi mencoba menyoroti kebijakan pemerintah tentang ketentuan kuasa Wajib Pajak sejak diberlakukannya UU KUP 2000, UU KUP 2007 serta PMK 22 tahun 2008 yang penuh kontroversi.

A. UU KUP Tahun 2000

A1. Sebelum 13 Oktober 2005
Pasal 32 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut dengan UU KUP) menyatakan bahwa:

Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Adapun mengenai persyaratan seseorang kuasa Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan (selanjutnya disebut ”kuasa” Wajib Pajak) diatur dalam Pasal 32 ayat (3a) sebagai berikut ini:

Kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Atas dasar kuasa Pasal 32 ayat (3a) UU KUP tersebut, pada tanggal 26 Desember tahun 2000, Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 576/KMK.04/2000 (selanjutnya disebut KMK 576) yang dalam Pasal 1 ayat (2) memuat persyaratan tentang seorang kuasa Wajib Pajak sebagai berikut :
Menyerahkan surat kuasa khusus yang asli.
Menguasai ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan.
Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana dibidang keuangan negara.

Lebih lanjut Pasal 1 ayat (3) KMK 576 tersebut menyatakan bahwa seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, apabila telah memperoleh pendidikan di bidang perpajakan yang dibuktikan dengan memiliki:

Brevet yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, atau
Ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri.

Dengan demikian atas dasar Pasal 32 ayat (3) huruf b dan ayat (3a) UU PPh serta Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) KMK 576 seperti tersebut dalam poin 1 dan 2 di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang dapat menjadi kuasa Wajib Pajak dapat melalui JALUR sebagai berikut di bawah ini 


Untuk JALUR ”Brevet Pajak” yang diterbitkan oleh Ditjen Pajak, seseorang boleh menjadi kuasa Wajib Pajak, berdasarkan Pasal 2 angka 9 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003 tanggal 30 Oktober 2003 (selanjutnya disingkat KMK 485), harus memiliki ”Sertifikat Konsultan Pajak”.

Untuk mendapatkan ”Sertifikat Konsultan Pajak” tersebut, harus lulus ujian sertifikasi konsultan pajak yang oleh Pasal 6 ayat (1) KMK 485, penyelenggaraanya diserahkan kepada Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).

Selain itu, dalam Pasal 3 ayat (4) KMK 485, JALUR ”Brevet Pajak” juga diberikan kepada ”Pensiunan Pegawai Ditjen Pajak”.

Berdasarkan penjelasan poin 4, 5, dan 6 tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang boleh menjadi kuasa Wajib Pajak dapat digambarkan dalam Tabel 2 berikut ini:

A.2. Setelah 13 Oktober 2005
Akan tetapi, pada tanggal 13 Oktober 2005 Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.03/2005 (selanjutnya disingkat PMK 97) yang menyatakan bahwa seseorang untuk menjadi kuasa Wajib Pajak hanya dapat melalui JALUR ”Brevet Pajak”, sehingga seseorang yang ingin menjadi kuasa untuk menjalankan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan melalui JALUR (1) ”dihilangkan”.

PMK 97 ini juga diberlakukan surut, sehingga para lulusan di bidang perpajakan dari perguruan tinggi negeri maupun swasta yang disamakan negeri yang pada saat sebelum tanggal 13 Oktober 2005 boleh menjadi kuasa Wajib Pajak (berdasarkan KMK 576), maka sejak tanggal 13 Oktober 2005 mereka tidak boleh lagi menjadi seorang kuasa Wajib Pajak.

Dengan berlaku surut-nya PMK 97 ini menyebabkan para mahasiswa lulusan di bidang perpajakan dari perguruan tinggi negeri maupun swasta yang telah lulus sebelum berlakunya PMK 97 tersebut kehilangan hak mereka sebagai seseorang kuasa Wajib Pajak. Hak mereka menjadi kuasa Wajib Pajak yang mereka peroleh berdasarkan KMK 576 tiba-tiba dicabut oleh PMK 97. PMK 97 ini sebenarnya cacat hukum karena tidak memberikan Pasal Peralihan yang tetap memperbolehkan seseorang menjadi kuasa Wajib Pajak yang pada saat PMK 97 tersebut diterbitkan telah menjadi kuasa Wajib Pajak berdasarkan KMK 576. Ketentuan yang berlaku surut ini menyalahi prinsip legal certainty. Apabila ketentuan yang berlaku surut ini diterapkan, maka tidak boleh merugikan kepentingan masyarakat umum. Lebih lanjut, ketentuan hanya boleh berlaku surut apabila untuk melindungi negara yang dalam bahaya. Jika penerbitan peraturan tidak sesuai dengan konsep tersebut, maka peraturan tersebut sebenarnya batal demi hukum.


Kunjungi Link Youtube Kami:
https://youtu.be/k3UFnWRdjvU 

Kunjungi Situs Jasa  Kami(Jovindo Solusi Batam)


Anda sedang mencari konsultan pajak batam ?

Silahkan Hubungi Nomor Ini : 0811-7777-088 (Jovindo Solusi Batam)

0 Response to "0811-7777-088 | Kuasa Wajib Pajak | Konsultan Pajak Batam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel